bolehkah surat gugatan cerai untuk tergugat setelah ditandatangani oleh penggugat lalu dikirim ke kediaman tergugat? Berkaitan dengan hal tersebut, dapat saya jelaskan sebagai berikut. Saudara tidak menyebutkan agama yang dianut oleh kedua pihak yang bersengketa tersebut. Jika beragama Islam, ada beberapa ketentuan hukum yang dapat dijadikan dasar atau pedoman terkait permasalahan hukum yang dihadapi. Peraturan perundang-undangan dimaksud meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Buku I Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan. Sedangkan, jika mereka adalah non muslim maka dapat didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terkait masalah putusnya perkawinan, antara lain diatur berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa : Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian
dan c. atas keputusan Pengadilan.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 19 PP No. 1 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dinyatakan bahwa :
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok,
pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan
atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Untuk mengajukan gugatan, Penggugat dapat mengajukan ke
Pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 yang menyatakan bahwa :
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau
kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
tergugat.
(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau
tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri,
gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada
tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pengajuan gugatan tersebut, juga sebagaimana diatur dalam
Pasal 132 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan :
1. Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya
pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat
kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.
2. Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri,
Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui
perwakilan Republik Indonesia setempat. Berkaitan dengan pengadilan untuk
mengajukan gugatan, berdasarkan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 dinyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini
ialah:
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
Jika dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
masalah perceraian perkawinan diatur dalam Pasal 207 KUH Perdata dimana
dinyatakan : Tuntutan untuk perceraian perkawinan, harus dimajukan kepada
Pengadilan Negeri, yang mana, dalam daerah hukumnya, tatkala surat permintaan termaksud
dalam Pasal 831 Reglemen Hukum Acara Perdata dimajukan, si suami mempunyai
tempat tinggalnya atau, dalam hal tak adanya tempat yang demikian, tempat
kediaman sebenarnya. Jika si suami pada saat tersebut tidak mempunyai tempat
tinggal atau tempat kediaman sebenarnya di Indonesia, maka tuntutan itu harus
dimajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kediaman si istri sebenarnya.
Langkah-langlah yang Penggugat harus lakukan dalam melakukan gugatan cerai
meliputi :
1. Menyiapkan Dokumen yang Dibutuhkan Dokumen-dokumen yang
perlu Saudara siapkan dalam pengajuan gugatan cerai cukup banyak, meliputi:
• Surat nikah asli • Fotokopi surat nikah • Fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dari penggugat • Surat keterangan dari kelurahan •
Fotokopi Kartu Keluarga (KK) • Fotokopi akte kelahiran anak (jika memiliki
anak) 4 • Meterai Jika ingin menggugat harta gono gini atau harta milik
bersama, siapkan pula berkas-berkas, seperti surat sertifikat tanah,
surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB dan STNK), dan dokumen harta
lainnya. 2. Mendaftarkan Gugatan Cerai ke Pengadilan Setelah menyiapkan
kelengkapan dokumen, Penggugat dapat pergi mendaftarkan gugatan cerai ke
Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Mendaftarkan gugatan cerai harus ke
pengadilan di wilayah kediaman pihak tergugat. Jika istri akan menggugat cerai
suami, maka istri harus mengajukan gugatan tersebut di pengadilan tempat suami.
Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan di wilayah penggugat sepanjang tempat
tinggal suami tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat
kediaman yang tetap. 3. Membuat Surat Gugatan Begitu tiba di pengadilan,
Penggugat bisa langsung menuju pusat bantuan hukum di pengadilan guna membuat
surat gugatan. Surat gugatan cerai ini harus mencantumkan alasan menggugat cerai.
Alasan gugatan cerai harus dapat diterima pengadilan, seperti ada unsur
penganiayaan, penelantaran, kekerasan, pertengkaran terus menerus, dan alasan
lainnya. 4. Menyiapkan Biaya Perceraian Biaya selama masa sidang cerai wajib
dibayar pihak yang mengajukan gugatan cerai. Biaya-biaya tersebut, antara lain
biaya pendaftaran, biaya meterai, biaya proses (ATK), biaya redaksi, dan biaya
panggilan sidang. Biaya yang dikeluarkan selama proses sidang perceraian
tergantung dari kedua belah pihak yang bercerai. Kalau salah satu pihak tidak
pernah menanggapi surat panggilan persidangan, maka pihak pengadilan berhak
membebankan biaya yang lebih besar. Tapi, hal ini kembali lagi tergantung pada
jumlah ketidakhadiran pihak yang bercerai. 5. Mengetahui Tata Cara dan Proses
Persidangan Saat proses persidangan berjalan, kedua belah pihak harus
menghadiri persidangan untuk mengikuti mediasi. Dengan adanya mediasi,
diharapkan kedua belah pihak bisa berdamai dan menarik gugatannya. Akan tetapi,
kalau keputusan untuk bercerai sudah bulat, maka akan dilanjutkan dengan
pembacaan surat gugat perceraian. Jika pihak tergugat tidak pernah memenuhi
panggilan dari pihak pengadilan untuk mengikuti sidang, maka pihak pengadilan
dapat membuat amar putusan yang berisi pemutusan sah antara suami dan istri.
Amar putusan ini kemudian akan dikirimkan kepada pihak tergugat sebagai bukti
kalau pernikahan sudah berakhir. Apabila pihak yang tergugat sama sekali tidak
memberi tanggapan mengenai amar putusan, maka pihak pengadilan berhak membuat
surat akta cerai. 6. Menyiapkan
Saksi Gugatan perceraian dapat berjalan
lancar jika pihak penggugat memberikan alasan yang jelas terkait pengajuan
gugatan cerai. Alasan ini juga akan disampaikan di pengadilan, termasuk
menghadirkan saksi- saksi yang dapat memperkuat alasan perceraian. Saksi-saksi
tersebut bakal dihadirkan saat sidang perceraian. Jika Saudara masih bingung,
tidak mau ribet mengurus sendiri gugatan cerai, Saudara bisa menyewa jasa
pengacara yang akan melancarkan semua masalah perceraian Saudara. Terkait
dengan pendampingan pengacara, jika Penggugat termasuk golongan orang miskin
(yang ditandai dengan adanya Surat Keterangan Tidak Mampu), Penggugat dapat
meminta bantuan hukum kepada Organisasi Bantuan Hukum yang telah diakreditasi
pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM setempat sesuai domisili Saudara,
dalam hal ini adalah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, di
Surabaya. Dengana demikian, menjawab pertanyaan Saudara Mei, pada prinsipnya
gugatan cerai suami harus diajukan ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri
dimana tergugat berada sepanjang alamat tergugat diketahui. Namun jika tidak
diketahui maka gugatan dapat diajukan melalui Pengadilan Agama atau Pengadilan
Negeri sesuai tempat tinggal penggugat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal
132 Kompilasi Hukum Islam atau Pasal 207 KUH Perdata. Dengan demikian, surat
gugatan tersebut harus diajukan ke kantor Pengadilan Agama atau Pengadilan
Negeri, bukan ke alamat tempat tinggal tergugat. Demikian semoga penjelasan di
atas dapat mencerahkan. Dasar Hukum: - UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan -
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan - Kompilasi Hukum Islam - Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Disclaimer : Jawaban konsultasi hukum semata-mata hanya sebagai
pendapat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana putusan
pengadilan
Posting Komentar
0Komentar